Rabu, 25 Juni 2008

Hidup yang Memberi Harapan

(Yer 17:7,8; Mat 14:22-33)

Hasil yang sama

Seorang penyair bertanya kepada tiga batu, ”Berapa lama lagi saya masih bisa hidup kalau saya kehilangan harapan?” Batu pertama menjawab,
”Selama engkau memasukkan kepalamu ke dalam air dan menahan nafas!”
Batu kedua menjawab,
”Selama engkau memiliki kemauan untuk hidup!”
Batu ketiga menjawab, ”Selama engkau memiliki hidup yang sudah punah harapannya!`

Jawaban-jawaban dari ketiga batu ini mesti berbeda, tetapi hasilnya sama, yakni tidak lama! Memasukkan kepala ke dalam air dan menahan napas itu hanya sebentar, 1-2 menit. Kalau tergantung dari kemauan untuk hidup, juga tidak akan hidup lama. Kalau tergantung dari hidup itu sendiri, meskipun harapan sudah tiada, juga tidak lama, sebab hidup tak mungkin berlangsung tanpa harapan.
Dalam lubuk setiap manusia selalu ada harapan! Entah dia percaya pada Tuhan atau tidak. Manusia itu hidup dari harapan dan selalu saling menghasratkan : Semoga sehat-walafiat, semoga berhasil, semoga sampai dengan selamat, semoga hidupmu bahagia, semoga kita berjumpa lagi, semoga badai ini akan berlalu....!

Tidak pernah – dalam situasi normal orang katakan : ”harap pesawat yang kautumpangi itu akanjatuh...! ”harap kalian setiap hari berkelahi...! ”Biar tidak usah sembuh, sebaiknya mati saja....!”


Apa Artinya Menaruh Harapan?

Berharap, menaruh harapan berarti memandang melampau horison; melihat melampau batas pandangan dan pengalaman; memandang melampau situasi batas batas kehidupan, artinya kehendak kita tidak ditahn pada jalan buntu, orang tidak menyerah bila dilanda krisis; melihat bahwa hidup tidak dibatasi oleh kematian; hidup tidak berhenti atau terhenti oleh satu kegagalan; dan dia yakin bahwa ”kegagalan adalah kemenangan yang tertunda!”
Manusia yang memiliki harapan sama seperti burung yang berkicau-gembira di tengah malam yang gelap! Manusia yang memiliki harapan sadar bahwa dia melewati terowongan selalu ada cahaya yang menerangi.
Manusia yang memiliki harapan percaya pada petualangan cinta, yang terkadang pudar dan tampaknya akan punah, namun ia tetap yakin pada kehendak baik manusia; bahwa cinta yang pudar pun akan dapat bersemi lagi.
Kita memang sering tak berdaya, tetapi tanpa harapan!
Manusia itu memang bukan sempurna, tetapi penuh harapan!

Kita hendaknya mengintegrasikan harapan dengan iman. Harapan itu berpangkal pada Tuhan, sebab Dia adalah sumber harapan kita. Dalam surat kepada Ibrani tertulis : Iman adalah berpegang teguh pada apa yang kita harapkan (Ibr 11:1).



Tidak ada komentar: